Jumat, 16 Desember 2011

Dituduh Melakukan Sihir, Wanita Saudi Dipenggal


REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Seorang wanita kebangsaan Arab Saudi menjalani hukuman penggal. Ia dinyatakan melakukan praktik 'ilmu sihir'. Menurut Kementerian Dalam Negeri-Saudi, eksekusi penggal untuk kasus ilmu sihir merupakan kali kedua di tahun ini.

Amina binti Abdulhalim Nassar, dieksekusi di provinsi al-Jawf, sebelah utara Arab Saudi pada Senin (12/12). Sebuah sumber yang dekat dengan kepolisian agama mengatakan pihak berwenang telah menggeledah rumah Nassar.
Mereka menemukan sebuah buku yang berisi tentang ilmu sihir, 35 kerudung dan botol gelas yang diduga untuk melakukan praktik sihir. Surat kabar Arab Al Hayat melaporkan bahwa Amina mengklaim bisa menyembuhkan penyakit dengan menjual jilbab dan tiga botol 'ramuan' seharga 1500 riyal, atau sekitar 400 dolar.

Dewan Amnesti International Timur Tengah dan Afrika Utara, Philip Luther mengutuk eksekusi penggal itu. "Ilmu sihir tidak termasuk sebagai kejahatan di Arab Saudi," ujar dia.

Ia menganggap hukuman penggal hanya pantas diganjar untuk tindak pidana ekstrem dan kejahatan yang serius. Ia menuding bahwa tuduhan sihir sering digunakan oleh pemerintah Saudi sebagai tabir untuk mengelabui praktik kebebasan berpendapat.

Amina bukanlah orang pertama yang dieksekusi karena sihir yang dituduhkan oleh pemerintah Saudi kepadanya. Sebelumnya, pada September, seorang pria Sudan dipenggal di kota Madinah setelah ditemukan bersalah atas kejahatan yang sama.

Amnesti Internasional menemukan sedikitnya 79 orang telah dihukum mati di Arab Saudi selama 2011. Jumlah ini tiga kali lebih banyak dibandingkan pada 2010.

Kelompok pegiat HAM mengutuk ketergantungan kerajaan pada hukuman mati yang kerap dilakukan negara ini. "Hukuman mati di bawah hukum internasional seharusnya hanya digunakan pada kejahatan yang paling serius," ujar Luther.

Lagi, Perempuan Diperkosa dalam Angkot


TEMPO Interaktif, Depok - Pemerkosaan di dalam angkutan umum kembali terjadi. Seorang perempuan melapor ke Polres Depok tadi pagi, Rabu, 14 Desember 2011. Dia mengaku telah menjadi korban pemerkosaan di dalam angkot, Rabu dini hari. "Saat ini, kami sedang menunggu hasil visum," kata seorang polisi di Polres Depok.

Menurut keterangan polisi itu, korban berinisial R dan berusia 35 tahun. Kejadian berlangsung sekitar pukul 04.00 saat korban hendak ke Pasar Kemiri, Depok. Korban naik angkot M 26 di Jalan Raden Saleh. Di dalam angkot, selain sopir, saat itu ada dua lelaki. "Mereka bertiga diduga mabuk," kata polisi tadi menirukan keterangan korban.

Korban baru sadar menjadi incaran pelaku setelah angkot mengarah ke Cibinong lalu berputar-putar di kawasan Cibubur. Sopir menghentikan kendaraan di jalan menuju Cikeas yang saat itu sangat sepi. Di sanalah pelaku memperkosa korban secara bergantian.

Setelah puas melampiaskan nafsunya, korban ditinggalkan di jalan. Pelaku merampas anting-anting dan uang korban. "Korban diancam dengan golok. Ada luka di bahu kirinya," kata paman korban yang datang ke kantor polisi.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Depok, Ajun Komisaris Febriansyah, membenarkan ada laporan itu. Namun dia belum bisa memberi penjelasan karena masih menunggu hasil visum.

Sebelumnya, pemerkosaan di dalam angkot terjadi pada September lalu. Seorang gadis yang berusia 27 tahun diperkosa saat naik angkot D02 jurusan Ciputat-Pondok Labu pada Kamis, 1 September 2011. Dia diperkosa oleh oleh dua orang.

Komunitas "Punk" tidak Boleh ada di Aceh


Banda Aceh (ANTARA) - Wakil Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa`aduddin Djamal menolak keberadaan komunitas anak "punk" karena meresahkan masyarakat dan dikhawatirkan mempengaruhi generasi muda di daerah itu.

"Di Aceh tidak boleh ada komunitas anak punk, apalagi masyarakat kota Banda Aceh berkomitmen menjalankan hukum syariat Islam dalam kehidupannya sehari-hari," kata Illiza di Banda Aceh, Rabu.

Ia mengaku prihatin menyaksikan puluhan anak punk dari Kota Banda Aceh yang terjaring dalam razia penertiban yang dilakukan tim gabungan dari Polresta dan Pemerintah Kota Banda Aceh.

Dalam penertiban itu petugas mengamankan 65 anak punk dari kota Banda Aceh, Lhokseumawe, Tamiang, Takengon, Sumatera Utara, Lampung, Palembang, Jambi, Batam, Riau, Sumatera Barat, Jakarta dan Jawa Barat saat menggelar konser di taman budaya.

Seluruh anak punk tertsebut selanjutnya diamankan di Mapolresta dan diberikan pembinaan mental dan rohani di Sekolah Polisi Negara (SPN) Seulawah selama 10 hari sejak Selasa (13/12).

Didampingi pengurus Komite Pengutan Aqidah dan Peningkatan Amalan Islam (KPA-PAI) Wirzaini Usman, ia mengatakan Pemerintah Kota Banda Aceh telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk memberikan pembinaan agar mereka kembali hidup normal.

"Kehidupan yang mereka jalani saat ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam, jika kita biarkan, perilaku mereka akan mempengaruhi generasi muda Aceh," katanya.

Menurutnya, untuk mengantisipasi pengaruh berbagai aliran sesat dan perilaku yang menyimpamg dari ajaran Islam, Pemerintah Kota Banda Aceh juga telah membentuk KPA-PAI.

"Pengurus dan anggota KPA-PAI itu terdiri atas seluruh komponen masyarakat, keberadaan lembaga ini juga untuk mengantisipasi dan membina warga yang telanjur dipengaruhi berbagai aliran menyesatkan serta munculnya perilaku menyimpang," katanya.

Illiza juga mengharapkan peran orang tua untuk selalu mengawasi pergaulan putra-putrinya.

Persediaan Beras Bulog Tidak Redam Harga Pasar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Tim Gabung Pencari Fakta kasus Mesuji Denny Indrayana belum bisa memastikan sampai berapa lama timnya itu akan bekerja. Namun Menurut Denny tim bekerja tidak boleh terlalu lama tetapi tak juga tergesa-gesa.

"Saya optimis dalam rentang waktu yang juga tidak bisa dibilang sebentar tapi tidak akan terlalu lama. Saya tidak bisa mengatakan kapan pastinya," ujar Denny, di Kantor Presiden, Jumat (16/12).

Sebetulnya, kata Denny, Komnas HAM telah memiliki data awal mengenai kejadian di Mesuji. Untuk itu, Komnas HAM turut dilibatkan dalam tim gabungan ini. "Jadi tim tidak bekerja dari nol," ucap Wakil Menkum HAM itu.

Langkah pertama, lanjut dia, tentunya menyusun struktur tim yang unsurnya, terdiri dari komnas HAM, Kementerian Polhukam, Kementerian Pertahanan, Kepolisian, baik dari Mabes Polri atau bisa dari unsur Polda Sumsel dan Lampung. Kemudian tokoh masyarakat dan pemerintah daerah dari dua provinsi itu.

"Saya tadi mengusulkan ada perguruan tinggi. Jadi itu dulu, setelah tim lengkap, karena beberapa dari daerah, saya pikir besok akan ketemu. Karena ada dari lampung dari Sumatera Selatan. Dari komnas Ham Ifdhal kasim," ujarnya.

Denny mengatakan, ujung dari investigasi tersebut nantinya mengungkap apa persoalan dasarnya. Tentu masalah hukumnya, siapa saja yang terlibat siapa dan yang bertanggungjawab, sampai level mana.

Menurut Denny pengalaman tim delapan saat menangani kasus kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadi bekal berharga buat pengungkapan kasus Mesuji.